- Pemutihan 3,3 Juta Hektare Lahan Sawit di Hutan
Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo menanggapi soal pemutihan atau pengampunan 3,3 juta hektare lahan sawit yang berada di kawasan hutan.
Lahan sawit ilegal itu terungkap dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pekan lalu.
Sebelumnya, pemerintah menyatakan penyelesaian masalah ini harus berlandaskan Pasal 110A dan 110B Undang-undang (UU) Cipta Kerja. Dengan beleid ini, perusahaan yang kegiatan usahanya sudah terbangun di wilayah hutan produksi, bisa mengajukan pelepasan atau pemutihan.
Achmad menilai pengampunan lahan sawit di kawasan hutan justru akan menimbulkan masalah baru. “Ini berpotensi membawa masalah karena UU ini masih berproses judicial review di Mahkamah Konstitusi, sehingga akan menyebabkan permasalahan baru, “ kata Achmad dalam keterangannya, Senin, 26 (26/06/2023).
Menurutnya, upaya pengampunan sawit yang sedang digalakkan pemerintah dapat menjadi preseden buruk dalam upaya perbaikan tata kelola sawit. Pasalnya, hal tersebut justru mengabaikan proses pidana dengan hanya memberikan sanksi berupa denda administratif atas tindakan perambahan kebun sawit yang dilakukan di area hutan tersebut.
Dengan demikian, dia menilai rencana pemerintah adalah bentuk shortcut atau jalan pintas semata dalam menyelesaikan persoalan ini. Padahal, tutur dia, banyak contoh penyelesaian sawit dalam kawasan yang pernah diselesaikan melalui jalur hukum.
Misalnya, kasus di Register 40, dimana Mahkamah Agung memutuskan kebun sawit seluas 47.000 hektare hutan di Register 40 Padang Lawas Sumatera Utara dan disita oleh negara. Hal lain dalam kasus minyak goreng, Kejaksaan Agung telah menetapkan tiga grup besar sawit, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group telah ditetapkan sebagai tersangka korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng.
“Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan hukum masih sangat relevan untuk dilakukan dalam menangani kasus serupa di Indonesia,” ujar Achmad.
Dia menjelaskan persoalan sawit dalam kawasan hutan merupakan masalah yang sudah sejak lama dan mengakar di perkebunan sawit hingga saat ini. Penyelesaiannya pun sudah dimulai sejak zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga Presiden Joko Widodo.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah pun telah menghasilkan sejumlah kebijakan. Misalnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2012, PP Nomor 104 Tahun 2015, Inpres Nomor 8 Tahun 2018, hingga terakhir melalui UU Cipta Kerja dan kebijakan turunannya.
Sawit Watch, kata dia, sepakat bahwa upaya perbaikan tata kelola sawit penting dilakukan secara menyeluruh dan sesegera mungkin. Namun, dia mengatakan pemerintah perlu membuat peta jalan, indikator dan capaian yang ingin diraih termasuk mekanisme pengawasannya.
Ia berharap persoalan ini dapat menjadi perhatian pemerintah kedepan. Sehingga, penyelesaiannya tidak hanya semata-mata berfokus pada proses pemutihan sawit dalam kawasan hutan saja. Sebab, menurutnya, persoalan tata kelola sawit dapat ditemukan dari hulu hingga hingga hilir. ***