Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga pengusaha dari Kalimantan Tengah (Kalteng) terkait kasus Korupsi Bupati Kapuas Ben Brahim dan istrinya, Ary Egahni (anggota Fraksi Nasdem DPR RI periode 2019-2024) resmi ditahan KPK, Selasa (28/3/2023) lalu.
Saksi-saksi yang dipanggil adalah Sepryunus (Komisaris PT Karya Putra Kahayan), Jufferi Simon (wiraswasta), dan Dison Halim (Komisaris PT Karya Halim Sampoerna dan PT Multi Karya Primas Mandiri).
Salah satu yang diperiksa KPK adalah Jufferi Simon pengusaha yang dikenal juga sebagai Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI) Kalimantan Tengah.
Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan, Ali Fikri, mengatakan, hari ini, Jumat (9/6), pihaknya memanggil tiga saksi untuk tersangka Ben Brahim S Bahat (BBSB), Bupati Kapuas periode 2013-2018 dan 2018-2023.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan,” ujar Ali kepada wartawan, Jumat (9/6/2023) lalu.
Jufferi Simon hadir di Gedung Merah Putih KPK pukul 09.26 WIB. Hingga pukul 13.30 WIB masih menjalani pemeriksaan.
Jufferi keluar dari Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 17.30 WIB. Kepada awak media, Jufferi Simon membantah pemeriksaan tersebut berkaitan dengan organisasi IMI yang ia pimpin di Kalteng.
“Enggak ada kaitannya (dengan IMI), terkait perusahaan kami saja,” kata Jufferi, Jumat petang.
Ia mengaku hanya didalami terkait dokumen perusahaannya yang pernah bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kapuas, Kalteng. “Masih seputaran terkait pemeriksaan kasus Kapuas,” ujar Jufferi.
Pemeriksaan tersebut berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang disertai dengan penerimaan suap di lingkungan Pemkab Kapuas.
Jufferi membantah jika disebut pernah memberikan uang kepada Ben Brahim selaku Bupati Kapuas periode 2013-2018 dan 2018-2023. Bahkan, Jufferi mengaku tidak kenal dengan Ben dan istrinya Ben, Ary Egahni. “Nggak kenal,” tandasnya.
Ben Brahim dan istrinya, Ary Egahni (anggota Fraksi Nasdem DPR RI periode 2019-2024) resmi ditahan KPK, Selasa (28/3).
Dia diduga menerima fasilitas dan sejumlah uang dari berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemkab Kapuas, dan dari swasta, selama menjabat bupati dua periode.
Sedangkan Ary Egahni diduga aktif ikut campur dalam proses pemerintahan, antara lain memerintahkan beberapa kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dalam bentuk pemberian uang dan barang mewah.
Uang yang diterima Ben Brahim berasal dari berbagai pos anggaran resmi di SKPD Pemkab Kapuas. Fasilitas dan uang yang diterima Ben Brahim untuk biaya operasional saat Pilbup Kapuas, Pilgub Kalteng, termasuk keikutsertaan Ary Egahni pada Pileg DPR RI 2019.
Ben Brahim juga diduga menerima sejumlah uang dari swasta terkait pemberian izin lokasi perkebunan. Tak hanya itu, dia juga meminta kepada swasta menyiapkan sejumlah massa saat mengikuti Pilbup Kapuas, Pilgub Kalteng, dan Ary saat Pileg DPR RI.
Dari beberapa sumber penerimaan uang itu, jumlah uang yang diterima Ben Brahim dan Ary sekitar Rp8,7 miliar. Uang itu juga digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional, yakni Lembaga Survei Poltracking Indonesia dan Indikator Politik Indonesia. ***