WALHI Laporkan 47 Korporasi Perusak Lingkungan dan Indikasi Korupsi SDA ke Kejaksaan Agung

Reporter :
Editor :
Minggu, 9 Maret 2025 07:04WIB
WALHI Laporkan 47 Korporasi Perusak Lingkungan dan Indikasi Korupsi SDA ke Kejaksaan Agung, Jumat (7/3/2025).

WALHI Eksekutif Nasional dan 17 WALHI daerah di Indonesia, melaporkan 47 korporasi perusak lingkungan dan juga terindikasi melakukan korupsi Sumber Daya Alam (SDA) ke Kejaksaan Agung di Jakarta, Jumat (7/3/2025).

Direktur Eksekutif Nasional WALHI Zenzi Suhadi mengatakan korporasi-korporasi tersebut bergerak di sektor perkebunan sawit skala besar, pertambangan (batu bara, emas, timah, dan nikel), kehutanan, pembangkit listrik, perusahaan penyedia air bersih, dan pariwisata.

“WALHI mengestimasi potensi kerugian negara dari indikasi korupsi SDA oleh 47 korporasi ini sebesar Rp437 triliun,” katanya melalui siaran pers, Jumat (7/3/2025).

Ke-17 WALHI daerah itu adalah WALHI Aceh, WALHI Sumatera Utara, WALHI Riau, WALHI Sumatera Selatan, WALHI Jambi, WALHI Bengkulu, WALHI Lampung, WALHI Babel, WALHI Sumatera Barat, WALHI Kalimantan Tengah, WALHI Kalimantan Timur, WALHI Kalimantan Selatan, WALHI Bali, WALHI NTT, WALHI NTB, WALHI Maluku Utara, dan WALHI Papua.

Zenzi Suhadi menyebutkan, beberapa modus operandi dugaan korupsi dan gratifikasi, antara lain mengubah status kawasan hutan melalui revisi tata ruang ataupun Pasal 110 A dan 110 B Undang-Undang Cipta kerja, gratifikasi dengan pembiaran aktivitas tanpa izin, pemberian izin meski tidak sesuai dengan tata ruang, dan lainnya.

Bukan hanya itu, katanya, WALHI juga menjelaskan kepada pihak Kejaksaan Agung modus yang lebih besar lagi dengan mengubah atau membentuk beberapa produk hukum yang di dalamnya diatur pasal-pasal yang mengakomodasi kepentingan eksploitasi SDA dan pengampunan pelanggaran atau yang biasa disebut dengan ‘State Capture Corruption’.

“Kita tidak bisa hanya melaporkan kasus per kasus, tapi juga harus mencari modus operandi dari kartel-kartel yang mengkonsolidasikan praktik korupsi tersebut. Dari 2009 kami melihat proses menjual tanah air itu akan terus berlangsung terhadap 26 juta hektare hutan Indonesia,” katanya.

Menurut Zenzi korupsi di sektor SDA tersebut telah merugikan negara dan perekonomian negara dengan hilangnya mata pencaharian rakyat, hilangnya sumber-sumber penghidupan, konflik, dan kerusakan lingkungan. Kemudian biaya eksternalitas yang harus ditanggung negara dari aktivitas korporasi tersebut.

Ia mengatakan kerugian negara dan perekonomian negara dari korupsi SDA itu sangat besar dan telah banyak kasus yang selama ini dilaporkan oleh WALHI kepada pihak yang berwenang, namun hanya sedikit kasus yang diproses dan diadili.

“Kami melihat Kejaksaan Agung memiliki peran kunci dalam memastikan bahwa penegakan hukum atas kejahatan lingkungan dan korupsi sumber daya alam berjalan efektif dan tidak ada impunitas bagi para pelaku, karena itu WALHI mendatangi, melakukan audiensi, dan pelaporan pada Kejaksaan Agung hari ini,” katanya.

Direktur WALHI Kalimantan Selatan Raden Rafiq mengatakan WALHI Kalimantan Selatan melaporkan empat korporasi yang bergerak di sektor sawit dan tambang yang diduga terindikasi melakukan korupsi SDA.

“Empat perusahaan ini hanya Sebagian kecil saja dari sekian banyak perusahaan yang telah melakukan pelanggaran serius terhadap lingkungan hidup dan hak masyarakat adat serta petani lokal,” ujarnya.

Direktur WALHI Maluku Utara Faisal Ratuela menyampaikan sebagai wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Maluku Utara, masifnya pertambangan nikel saat ini telah menghancurkan wilayah tangkap nelayan, terjadinya pencemaran lingkungan, serta hilangnya keanekaragaman hayati seperti mangrove, sigres, dan coral.

“Penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi harus segera dilakukan oleh Kejaksaan Agung, sebab bukti permulaan yang kami laporkan telah cukup kuat, ditambah lagi kasus korupsi perizinan pertambangan sebelumnya juga telah diungkap oleh KPK dan Maluku Utara menempati posisi nomor satu provinsi terkorup di Indonesia,” katanya.

Selain melaporkan korporasi dan pihak pemerintah yang terindikasi terlibat dalam praktik korupsi dan gratifikasi, WALHI juga menyampaikan catatan kritisnya terhadap Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025, di mana Jampidsus Kejaksaan Agung menjadi ketua pelaksana Satgas tersebut.

Menurut WALHI satgas harus menindak korporasi skala besar yang selama ini telah menikmati keuntungan besar, serta menimbulkan kerugian lingkungan dan perekonomian negara dari aktivitas ilegal dan koruptif yang mereka lakukan di kawasan hutan.

Satgas, kata WALHI, tidak boleh melakukan penertiban kepada rakyat kecil yang selama ini telah menjadi korban dari klaim sepihak negara atas kawasan hutan dan korban dari buruknya tata kelola perizinan di sektor kehutanan.

“Sejak awal kami mengkritik dominasi militer dalam satgas penertiban kawasan hutan ini, berikut dengan substansi peran dan kerjanya yang diaturkan di dalam perpres. Kekhawatiran terbesar kami akan banyak rakyat yang menjadi korban penggusuran dan dirampas tanahnya atas nama penertiban kawasan hutan. Karena itu, WALHI se-Indonesia sangat serius mengawasi kerja-kerja Satgas saat ini dan ke depan,” kata Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional.

WALHI, kata Uli, berharap Kejaksaan Agung memproses laporan yang telah disampaikan. “Dan WALHI juga terbuka untuk bekerja bersama Kejaksaan Agung, baik di nasional maupun daerah-daerah, untuk menindaklanjuti kasus-kasus korupsi SDA tersebut,” ujarnya. ***

Kategori Terkait

Author Post

Terpopuler

iklan02
iklan02

Pilihan

Terkini

EKONOMI BISNIS

Bangun Sinergitas dan Koordinasi Gubernur Agustiar Sabran dan Wagub Edy Ptarowo Kunjungi Kejati dan Korem 102/Pjg

Dalam rangka menjalin silahturahmi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Gubernur Kalteng H Agustiar Sabran bersama Wakil…