Bagi sebagian besar orang, nama Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto (Sudhamek AWS) mungkin asing di telinga. Sosoknya memang jarang muncul di media, tak seperti iklan Kacang Kulit Garuda yang kerap wara-wiri di layar kaca.
Tapi, Sudhamek adalah orang di balik kesuksesan Garuda Food menjadi salah satu produsen camilan terbesar di Indonesia. Ia lah yang melebarkan sayap Garuda dari hanya produksi kacang kulit hingga ragam makanan ringan dan minuman.
Tahun lalu, Forbes mencatat total harta Sudhamek mencapai US$995 juta atau sekitar Rp14,3 triliun (asumsi kurs Rp14.300 per dolar AS). Kekayaannya itu menempatkan Sudhamek di urutan ke-42 pada daftar 50 orang terkaya di Indonesia.
Sudhamek lahir di Rembang pada 20 Maret 1956 silam. Usai usaha ekspedisinya bangkrut, sang ayah Darmo Putro mendirikan usaha produksi tepung tapioka ‘Tudung’ di sebuah desa dekat Pati, Jawa Tengah, pada 1958.
Sebagai anak bungsu dari 11 bersaudara, Sudhamek mengaku kerap di-‘bully’ oleh kakak-kakaknya sebagai anak pungut. Lain waktu, ia ditakut-takuti akan dibawa oleh seorang biksu ke Sri Lanka. Meski hanya candaan, ia kerap menangis mendengar hal itu.
Saat SMA di Semarang, ia juga kenyang disebut sebagai anak kampung karena berasal dari Rembang. Namanya yang unik juga sering membuatnya ditertawakan.
Bahkan, ia pernah dihina kere oleh kakak temannya yang berasal dari keluarga yang lebih berada. Hal itu membuat ibunya terpukul sampai menangis.
“Luka batin itu bisa diabaikan tetapi tidak bisa dilupakan,” ujar Sudhamek saat membagikan kisah hidupnya di kanal Youtube @CoachYudiChandra pada Oktober 2020 lalu.
Pengalaman menyakitkan itu tak membuat Sudhamek menjadi seorang pendendam. Malah, itu memotivasinya untuk bekerja keras dan membuktikan bahwa ia bisa menjadi orang sukses. Namun, ia tak memungkiri pengalaman itu sempat membuatnya rendah diri dan sulit bergaul.
“Saya berterima kasih kepada beliau-beliau, termasuk kakak-kakak saya. Makanya no hard feelings meski tidak bisa dilupakan tetapi bisa dimaafkan dan disyukuri,” katanya.
Baru saat menempuh pendidikan tinggi ia belajar untuk mulai membuka diri dan memperbaiki komunikasi. Maklum, ia mengambil jurusan hukum dan ekonomi yang mengharuskannya berbicara dengan meyakinkan.
Usai menyelesaikan pendidikan hukum dan ekonomi di Universitas Kristen Satya Wacana pada 1982, Sudhamek memilih bekerja di pabrik rokok PT Gudang Garam. Suatu keputusan yang sempat disesali oleh sang ayah yang ingin anaknya menjadi raja kecil daripada bekerja di bawah orang lain.
“Waktu ayah saya mencoba membuatkan pabrik biskuit di Rembang, saya merasa bersalah karena menjadi beban. Akhirnya, saya pamit dan kerja ikut orang,” ujarnya.
Selang delapan tahun, ia dihubungi oleh kakaknya yang ingin ia masuk ke bisnis keluarga. Kala itu, perusahaan yang telah berganti nama menjadi PT Tudung Putra Jaya mulai menjajaki bisnis makanan ringan dengan produk unggulan kacang kulit Garuda.
Pada 1994, perusahaan mendirikan PT Garuda Putra Putri Jaya di Pati, Jawa Tengah, di mana Sudhamek dipercaya sebagai direktur utama.
“Gaji saya waktu itu turun, dari kerja di perusahaan besar ke perusahaan yang kecil pada waktu itu,” ujarnya.
Di bawah kepemimpinan Sudhamek, Garuda mulai menjajaki bisnis biskuit pada 1997 dengan mendirikan pabrik di Gresik, Jawa Tengah.
Ia juga membawa perusahaan melebarkan sayap dengan memproduksi berbagai makanan ringan dan minuman dengan mengusung merek Okky Jelly, Gery, Chocolatos, Mountea, Hormel, hingga Prochiz.
Pada 2012, Sudhamek melepaskan posisi direktur utama dan sukses menjadikan bisnis kacang tidak lagi kacangan. Ia menjabat sebagai Komisaris Utama Garuda Food Group dan Tudung Group sampai sekarang.
Pada 2018, perusahaan melantai di bursa saham dengan kode emiten GOOD. Tahun lalu, perusahaan mencetak laba Rp424,82 miliar dari penjualan lebih dari 140 stock keeping unit (SKU).
Per Rabu (30/3), nilai kapitalisasi pasarnya mencapai Rp20,29 triliun dan mempekerjakan lebih dari 9.000 orang.
Selain pengusaha, Sudhamek saat ini juga menjabat sebagai Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Anggota Dewan Pengarah Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Kedua badan itu diketuai oleh Megawati Soekarno Putri. ***